Judul tulisan ini terinspirasi dari istilah yang populer di kalangan pelajar sekolah pada masa ujian. Seperti diketahui pada masa ujian, pelajar juga melakukan persiapan matang untuk bisa bekerja sama apik demi menjawab soal-soal ujian. Kerja ini biasa dilakukan oleh kelompok kecil 3-4 orang yang berusaha saling mencontek tanpa ketahuan gurunya.
Lalu mengapa istilah “posisi menentukan prestasi” itu muncul. Hal terpenting dalam kerjasama mencontek ini ialah pelajar harus mengambil posisi tempat duduk yang “menguntungkan”. Definisi menguntungkan ini berkaitan dengan kemudahan bagi para anggota grup untuk saling berkomunikasi. Definisi menguntungkan berikutnya adalah ketika komunikasi bisa dilakukan di luar bentang pandang guru.
Posisi ideal untuk kegiatan mencontek ini bergantung juga pada posisi meja guru. Jika meja guru berada di tengah, maka posisi duduk yang ideal justru terletak di depan kiri atau kanan. Posisi meja guru yang berada di pinggir (sudut kelas) justru menyulitkan, karena guru memiliki bentang pandang yang menjangkau lebih banyak orang. Persoalan lain adalah bentang pandang guru itu bersifat dinamis. Guru bisa menggerakkan matanya atau bahkan berjalan-jalan keliling kelas.
Maraknya kegiatan mencontek, membuat guru makin waspada. Umumnya, guru lakukan pengambilan posisi dinamis, sehingga mampu memandang ruang lebih luas. Pelajar pun kini hanya memiliki sedikit ruang dan waktu untuk mencontek. Tentu, taktik mencontek pun berkembang. Salah satu yang populer adalah menutup bentang pandang guru dengan cara bertanya. Satu pelajar maju bertanya, sehingga guru tertutupi pandangannnya. Saat itulah kedua pelajar lainnya bertukan informasi jawaban.
Aplikasi Sepakbola
Tulisan ini tidak sedang membenarkan kegiatan mencontek. Tulisan ini hanya ingin mengupas trik faktual mencontek yang ternyata sangat dahsyat bila diaplikasikan di sepakbola. Untungnya, di sepakbola kegiatan sejenis mencontek ini tidak melanggar peraturan permainan. Diandaikan kelompok pencontek adalah tim yang sedang menguasai bola. Guru adalah lawan tanpa bola yang berusaha lakukan pressing. Lalu ruang kelas adalah lapangan sepakbola.
Dalam satu dekade terakhir Barcelona menguasai sepakbola dunia. Tim asal Catalan ini mampu memainkan sepakbola cantik dengan passing-passing pendek menawan. Media menjulukinya tiki-taka dengan kemampuan Messi dkk lama menguasai bola. Banyak pihak menilai, Barca dihuni pemain-pemain lincah berteknik tinggi. Kemampuan passing dan kontrol yang di atas rata-rata. Lalu sebagian pihak lain menilai La Blaugrana memiliki fisik prima.
Penilaian berbagai pihak tidaklah keliru, meskipun tak sepenuhnya benar. Pemain Barca jelas berteknik, tapi tak berteknik lebih hebat dari sebagian besar pemain klub elite Eropa lainnya. Messi dkk jelas punya fisik hebat, tapi tak selalu juga lebih hebat dari rival-rivalnya. Kunci dari penguasaan bola efektif Barca dengan passing pendek apiknya adalah pengambilan POSISI! Yes, posisi menentukan prestasi.
Passing dan kontrol aduhai ala Barca bukanlah akibat teknik super pemain-pemainnya. Tapi merupakan konsekuensi logis dari pengambilan POSISI. Dengan pengambilan posisi prima, pemain menjadi memiliki ruang lebih banyak. Dengan ruang yang lebih banyak, pemain menjadi punya lebih banyak waktu untuk mencari informasi (melihat), menganalisa situasi (berpikir), mengambil keputusan dan mengeksekusinya. Secara terisolir, mungkin ada pemain Indonesia yang kontrol bolanya sehebat Iniesta. Tapi, tanpa posisi prima, pemain Indonesia tersebut tak miliki cukup ruang dan waktu untuk mengkontrol bola dengan baik.
Prinsip pengambilan posisi saat menguasai bola mirip-mirip dengan kegiatan mencontek di sekolah. Yakni, bagaimana pemain ambil posisi agar tercipta ruang yang luas. Lalu, pengambilan posisi dalam penciptaan ruang ini haruslah berada di luar bentang pandang lawan. Sama seperti pencarian posisi duduk di kelas, pemain juga harus mencari posisi di lapangan yang memudahkan komunikasi dengan kawannya, tanpa ketahuan guru (lawan).
Diagram di atas adalah contoh kongkret pengambilan posisi tersebut. Pada gambar kiri, pemain No.6 mampu berkomunikasi apik dengan pemain No.3 tanpa “ketahuan” lawan. Pertama No.6 membuat lapangan menjadi besar. Kedua, posisi No.6 tidak terlihat oleh lawan No. 10. Akibatnya, pemain No.6 memiliki ruang dan waktu lebih untuk lakukan kontrol dan passing lanjutan ke depan.
Hal sebaliknya terjadi di diagram kanan. Pengambilan posisi pemain No.6 justru merugikan dirinya dan seluruh tim yang sedang menguasai bola. Bukannya memperbesar lapangan bermain, pemain No.6 malah memperkecil ruang untuk dirinya dan pemain No.3. Posisi No.6 juga berada di dalam bentang pandang lawan. Akibat posisi di ruang sempit ini, kalau No.3 tetap mempassing bola ke No.6, tentunya ia tak memiliki waktu lama untuk mengkontrol bola. Belum apa-apa sudah dipress!
Contoh lain ada pada diagram di atas yang merupakan suatu bentuk passing exercise garapan Ruud Dokter (KNVB) pada sebuah klinik kepelatihan di Malta. Menariknya passing exercise ini diberikan kepada pemain usia 8 tahun. Artinya sejak dini, Ruud sudah mulai menetapkan fondasi pemahaman ruang dan posisi pada pemain.
Pada diagram kiri, Ruud memberikan situasi 1v1, dimana pemain dengan bola punya target untuk mencetak gol di dua gawang kecil. Latihan sederhana ini bermakna dahsyat. Sudah barang tentu latihan ini melatih dribble dan passing pemain. Kedua, passing dilakukan dengan suatu alasan situasi untuk progresi bola ke depan. Dimana dua gawang kecil adalah KAWAN dalam situasi permainan sebenarnya.
Pengembangan dilakukan oleh Ruud dengan bentuk latihan di Diagram Kanan. Kali ini dibuat situasi 2v1. Dimana pemain O1 boleh lakukan dribble sederhana untuk bisa dapat jalur passing ke pemain O2 di seberang. Kali ini dua gawang kecil statis pada latihan sebelumnya diperankan oleh pemain O2. Pemain O2 yang di seberang berusaha ambil posisi dengan prinsip bisa dipassing tanpa bisa dilihat oleh X.
Kembali latihan sederhana ini begitu dahsyat. Mengingat ini adalah potongan kecil dari pengambilan posisi pada Game 11v11. Konsep receiving line yang diagungkan Brendan Rodgers tergambar tegas pada latihan ini. Bisa diandaikan O1 adalah pemain No. 3 (Centerback), lalu O2 adalah pemain No.6 (gelandang bertahan), serta X adalah lawan No.9 (striker). Jelas dengan kebiasaan yang terbangun dari latihan 2v1, pemain No.6 (X2) tak perlu turun untuk jemput bola. Ia cukup ambil posisi bisa dipassing, tanpa kelihatan striker. Ah, mungkin SSB perlu banyak berlatih seperti ini, supaya tim-tim Indonesia tidak lakukan build up dengan cara jemput bola!
Dinamis
Di awal tulisan juga dijelaskan “taktik” mencontek populer yang digunakan untuk atasi guru pengawas dengan “pressing” dinamis. Yakni dengan cara satu pelajar maju bertanya, sehingga guru tertutupi bentang pandangannnya. Tentu pelajar yang maju bertanya tidak dapat mencontek, tetapi ia memberi ruang dan waktu bagi pelajar lain untuk mencontek.
Di sepakbola, ilmu ini juga berlaku. Dimana pemain melakukan pengambilan posisi secara sengaja di depan bentang pandangan lawan. Di sini pemain tersebut “mengorbankan” dirinya untuk dipress, dengan harapan akan menutup jalur pressing terhadap pemain lain. Dengan menutup akses pressing lawan, pemain lain jadi memiliki ruang dan waktu untuk mengeksekusi suatu aksi yang positif saat tim menguasai bola.
Model ini dipakai Pep Guardiola untuk mengatasi kesangaran pressing Bayer Leverkusen besutan Roger Schmidt. Dalam analisanya di Fandom.Id, Qo’id Noval jelaskan bahwa kedua fullback Leverkusen kerap naik untuk lakukan pressing dengan permutasi 1442 menjadi 1244. Pep pun tak kalah akal. Ia posisikan Robben dan Costa yang sebenarnya wingback menjadi penyerang sayap naik jauh ke depan.
Sumber: Fandom.Id
Posisi Robben dan Costa ini mengikat kedua fullback. Dengan sengaja berdiri di depan bentang pandang fullback, keduanya merelakan diri untuk dipressing. Akan tetapi, keduanya juga menutup akses pressing fullback Leverkusen. Pengorbanan ini berbuah ruang dan waktu bagi Vidal dan Thiago untuk eksploitasi lebih lanjut saat Munchen menguasai bola. Serupa dengan pelajar yang “pura-pura” maju bertanya untuk tutup akses “pressing” sang guru.
Kesimpulan terbesar dari tulisan ini adalah begitu pentingnya pengambilan POSISI di sepakbola top level. Ini menjadi PR bagi pembinaan usia muda di Indonesia untuk mulai memberikan wawasan ruang dan pengambilan POSISI pada pemain belia. Tentunya wawasan ini hanya bisa diserap oleh pemain, bila pelatih memberikan program latihan yang kontekstual berbasis sepakbola (Baca artikel ini). Dimana latihan selalu mengakomodir relevansi posisi pada setiap aksi sepakbola yang dilakukan. Jelas, POSISI menentukan PRESTASI!
@ganeshaputera