Sambungan dari Tulisan Sebelumnya. Klik di SINI
8. Kreativitas dalam analisis pertandingan
Dalam menganalisis, selain analis dihadapkan pada sebuah pertandingan olahraga yang banyak memuat aksi kreatif, pada dasarnya menganalisis sepakbola merupakan sebuah aktivitas yang mampu menguji tingkat kreativitas sepakbola seseorang. Salah satu metode Daniel Memmert ketika menguji kreativitas partisipan tes tingkat kreativitas yang dilakukannya adalah, meminta partisipan menonton potongan video sepakbola, kemudian (1) menebak apa yang selanjutnya akan dilakukan para pemain dalam video, (2) memberikan alternatif solusi kreatif yang akan dilakukan partisipan bila mereka berada dalam situasi di video tersebut. Melalui faktor penilai yang ditetapkannya, Memmert dan tim menilai tingkat kretaivitas para partsipan.
Aktivitas yang sama juga dilakukan oleh analis sepakbola, baik melalui sudut pandang subjektif - yang mana proses analisis dilakukan berdasarkan observasi pribadi analis (diadaptasi dari Memmert, 2016) - maupun melalui sudut pandang yang lebih objektif yang melibatkan teknologi komputer dan statistik. Para analis menonton pertandingan dan memberikan penilaian serta solusi terhadap situasi-situasi yang ditentukan. Oleh karenanya, dalam menganalisis pertandingan, yang melibatkan faktor subjektif dan objektif, akan sangat baik bila seorang analis memiliki kesadaran permainan (game-sense) yang memadai.
Bagi mereka yang baru memulai menganalisis pertandingan, biasanya terlihat beberapa karakter umum dalam hasil analisis yang dilakukan. Apa itu? Pertama, analisis terlalu berfokus pada gol yang diciptakan. Analis berfokus terhadap aspek eksekusi gol dan struktur pertahanan ketika gol terjadi. Bisanya, analisis dibarengi dengan penjelasan beberapa momen terdekat sebelum gol terjadi.
Yang kedua, sering terlihat penggunaan kata-kata yang tidak/kurang spesifik sepakbola. Misalnya, tim A bermain semakin menyerang, tim B bermain melebar, tim Z kebobolan dua kali dari tendangan sudut karena bek kurang konsentrasi, dan lain-lain.
Yang ketiga, adalah inattentional-blindness. Ini menjadi ciri paling umum dalam proses melakukan analisis sepakbola. Salah satu ciri inattentional-blindness dalam analisis taktik, adalah analis tidak dapat “menangkap” detail taktik dalam satu fase tertentu penguasaan bola (menyerang). Inattentional-blindness dalam menganalisis sepakbola berarti si analis melewatkan banyak momen/pergerakan yang seharusnya ia “tangkap” dan analisis, karena momen/pergerakan tersebut merupakan momen “utama”. Semakin banyak inattentional-blindness yang dilakukan seorang analis, semakin omong kosong pula hasil analisisnya.
Yang bisa dilakukan dalam memperbaiki kekurangan-kekurangan ini adalah, meningkatkan kesadaran permainan (game sense) - up-date dan up-grade pengetahuan - dan perbanyak menonton pertandingan dari liga-liga yang berbeda secara acak (differentiated-learning) sekaligus memaksakan diri untuk tidak terus terpaku pada bola (ball-watching) ketika menonton pertandingan.
Dari sudut pandang yang lebih objektif, Memmert, Lemmink, serta Sampaio dan Joseph Taylor serta Mellalieu pernah merilis dua jurnal berbeda yang memberikan banyak informasi tentang bagaimana melakukan analisis berdasarkan positional-data (Memmert, Lemmink, Sampaio, 2016), heat-map, dan perhitungan statistik individual (Taylor, Mellalieu, 2005) mampu memperkuat analisis kualitatif. Yang mana analisis tetap mengacu kepada strategi dan taktik dari tim pelatih.
Memmert, Lemmink, dan Sampaio melakukan analisis taktik yang melibatkan tiga faktor ukur, yaitu inter-player coordination, inter-team dan inter-line coordination, dan team-team interaction dan compactness. Tes ini dimulai dari menentukan sentroid setiap pemain dan position-specific centroid meraka yang teridentifikasi dalam approximity entropy (ApEn) untuk kemudian dilanjutkan dengan membandingkan sentroid inter-team (jarak antara sentroid kedua tim) dan inter-line (jarak sentroid antara penyerang, gelandang, dan bek kedua tim sebelum critical-events (seperti gol dan tembakan) ). Langkah terakhir, analisis diukur berdasarkan bentuk spesifik antara tim menyerang vs tim bertahan yang dinilai berdasarkan kesuksesan umpan dan ball-recovery disertai perhitungan median waktu yang diperlukan baik ketika melakukan pressing dalam fase “terstruktur” maupun transisi negatif (gegenpressing). (Diadaptasi dari Memmert, Lemmink, Sampaio, 2016).
Analisis ini pada akhirnya memberikan data terukur bagi tim pelatih untuk menentukan mana momen-momen kritis di mana kreativitas taktik dapat dinilai lebih objektif serta memberikan dasar bagi tim pelatih untuk merencanakan training yang lebih spesifik berdasarkan data hasil analisis.
Sementara, analisis yang dilakukan Taylor dan Mellalieu lebih sederhana. Keduanya mengukur aktivitas pemain per posisi dan mengidentifikasi peran pemain berdasarkan heat-map serta aksi dengan bola (on-ball action). Tujuan penelitian yang ingin dicapai, adalah mempelajari potensi hubungan antara pemain dan unit taktik dengan acuan terhadap strategi tim pelatih. Keduanya memberikan out-put berupa analisis kuantitatif, yang mana analisis kualitatif berasal dari tim pelatih.
Poin yang dapat dipelajari dari dua penelitian di atas, adalah, yang juga sering tidak disadari dan tidak dipahami banyak orang, kesemuanya mencoba menggabungkan analisis kuantitatif (statistik) berdasarkan teknologi komputer dengan analisis kualitatif (masukan taktik dari pelatih). Apa tujuannya? Tidak lain tidak, agar analisis yang dihasilkan betul-betul merupakan sebuah analisis sepakbola utuh, yang dari karakteristik analisis semacam ini tim mampu melakukan penilaian objektif, baik terhadap tim sendiri maupun pemain lawan, yang pada gilirannya, memberikan panduan jelas sebagai dasar untuk menyusun rencana (latihan, strategi, dan taktik) ke depan. Tentu saja, dengan logika berpikir semacam ini, kreativitas taktik sebagai elemen penting sepakbola akan ikut terimbas positif.
Yang terakhir, analis perlu memperhatikan adanya potensi brain fatigue (jenuh otak) dalam aktivitas analisis. Ketika menganalisis sepakbola, seorang analis sangat mungkin mengalami brain-fatigue (jenuh otak). Saya pernah bereksperimen dengan melakukan analisis terhadap 6 pertandingan dari 3 liga top berbeda selama dua hari berurutan yang mana lima di antaranya dituangkan ke dalam bentuk tulisan dengan rata-rata > 1500 kata. Hasilnya, dibutuhkan recovery selama minimal 72 jam setelah tulisan terakhir selesai untuk sepenuhnya menghilangkan jenuh otak. Ketika Anda berada dalam kondisi serupa - jenuh otak - ambillah langkah mundur dengan cara “mengistirahatkan otak”. Tidur atau melakukan aktivitas otak yang tidak membutuhkan fokus/perhatian besar sangat disarankan demi mendapatkan kembali “otak yang fresh”.
9. Apakah taktik membatasi/mengurangi kreativitas?
Hal ini masih menjadi perdebatan. Melalui proses belajar lebih dalam tentang kreativitas untuk kemudian melakukan evaluasi kecil terhadap salah satu uji-tanding di mana kami melakukan sedikit perubahan taktik, beberapa hipotesis baru muncul.
Taktik berpotensi mengurangi kemunculan solusi kreatif di area tertentu akibat penyesuaian (perubahan) taktik. Contoh, model permainan yang awalnya menghendaki #2, #7, #8, #6, dan #9 ikut dalam overload di half-space di sepertiga awal lawan, lalu kemudian (demi mempertahankan keunggulan), #2 dan #6 diinstruksikan “menahan diri” untuk “tidak terlibat” dalam overload di area yang dimaksud di atas, di mana taktik bertahan lawan sama persis (tidak mengalami perubahan), #8 yang bertugas mendistribusikan bola ke area lebih depan, dalam formasi overload yang dimaksudkan, mengalami kesulitan mendapatkan solusi kreatif dikarenakan dukungan opsi (environment) yang hilang (berkurang).
Memberikan instruksi taktik yang bersifat attention-narrowing - sebuah kondisi ketika respon persepsi pemain menyempit dan terlalu berfokus kepada apa yang dikatakan pelatih - mengakibatkan inattentinal-blindness dan melemahkan/meniadakan munculnya ide/solusi kreatif demi pemecahan masalah.
Instruksi taktik bukan penyebab penghambat kreativitas, tetapi kesalahan instruksilah yang bertanggung jawab terhadap lemahnya aksi kreatif pemain. Lebih spesifik lagi, taktik dan instruksinya diperlukan sebagai model acuan atau sebagai titik tolak. Tanpa model acuan, aksi pemain tidak lebih dari ekspresi intuitif tak logis. Dalam jangka pendek, aksi tanpa konteks bisa merusak struktur taktik yang sudah dilatih selama periodisasi. Dalam jangka panjang? Salah satu kemungkinannya adalah, kerusakan motivasi pemain dikarenakan rusaknya hubungan antarpemain sebagai akibat ikutan dari pembiaran pelatih terhadap pemain(-pemain) yang tidak disiplin taktik.
Penutup
Dalam berbagai disiplin olahraga, terutama olahraga tim, seperti sepakbola, yang memiliki tingkat kompleksitas tinggi, tuntutan agar pemain mampu menyerap berbagai informasi dalam waktu sesingkat-singkatnya merupakan sebuah keharusan. Untuk itu, memiliki tumpuan yang memperkuat kreativitas, dengan mengacu kepada Investment Theory-nya Stenberg, dapat membantu di tahap awal pembelajaran terkait perbaikan kreativitas taktik indvidu. Knowledge memegang peranan penting dalam tahap ini. Struktur knowledge yang dipengaruhi oleh hubungan (link) antar-node memegang peranan penting dalam memicu solusi yang bersifat original dan flexible.
Lebih spesifik ke dalam sepakbola, Daniel Memmert dan Klaus Roth menawarkan kerangka kerja yang terdiri dari 6 faktor, baik yang memengaruhi maupun yang mendukung kemunculan solusi kreatif. Perlunya pembelajaran menyeluruh dalam melatih kreativitas, yang dimulai dari konsep (model), berlanjut ke tahap pemahaman pengambilan keputusan (knowledge, analysis, synthesis) dan tereflesikan melalui aksi motorik (eksekusi) dalam Teaching Game for Understanding memiliki kesamaan pola pikir dengan periodisasi taktik.
Melalui periodisasi taktik, pemain dilatih berdasarkan hirarki yang menempatkan model permainan di urutan pertama untuk kemudian secara bersamaan merangkul elemen eksekusi yang terhubung dengan taktik, pengambilan keputusan, stamina, dan mental, serta secara konsisten melibatkan 4 fase bermain (“menyerang”, “bertahan”, dan fase transisional keduanya). Periodisasi taktik yang memberikan panduan pengaturan intensitas terstruktur dan bertahap memiliki indikasi yang sangat kuat bahwa model ini mampu memfasilitasi kemunculan lebih banyak aksi/solusi kreatif.
Melatih kreativitas juga harus diperhatikan, disiapkan, dan dilakukan sejak usia dini!! Karena - berdasarkan berbagai penelitian selama puluhan tahun dari para ahli - kreativitas dapat dilatih dan berakselerasi lebih cepat dalam usia anak-anak dan mengalami deselerasi seiring menuanya usia. Deliberate-play dalam lingkungan bermain yang berkonsep small-sided game (SSG) merupakan sebuah lingkungan dengan ekologi yang tepat dalam memicu/melatih aspek taktik, teknik, dan stamina pada anak-anak yang mana dengan kebebasan bermain yang mereka miliki, kreativitas anak terus dipacu untuk berkembang dengan percepatan yang diharapkan.
Satu catatan yang perlu diperhatikan, adalah bahwa seluruh penelitian yang telah dilakukan selalu dibarengi dengan variabel yang memiliki ceruk untuk dieksplorasi. Contoh kecil, dalam beberapa tes yang dilakukan oleh Memmert, partisipan yang terlibat dalam pelatihan maupun tes pengukuraan perbaikan kreativitas taktik, ia menggunakan subjek dengan muatan pengalaman dan level kemahiran yang setara. Sebagai alternatif terhadap variabel ini, penggunaan subjek dengan kesenjangan level pengalaman-kemahiran besar bisa menjadi pertimbangan, dikarenakan dengan menguji sampel dengan klasifikasi profesional kelas dunia dengan kelas non-profesional memiliki
kemungkinan menghasilkan kesimpulan penelitian yang signifikan.
@ryantank100
Blogger dan Analis Taktik KickOff! Indonesia